Jakarta – Kepolisian Nasional Republik Korea Selatan dan Polri mempererat kerja sama perlindungan kelompok rentan. Dalam kunjungan resmi tersebut, Indonesia memperkenalkan program unggulan “Rise and Speak” sebagai simbol keberanian melawan kekerasan yang melanda masyarakat.
Pertemuan bilateral yang berlangsung di ruang RPK Jakarta ini berfokus pada penguatan sinergi dalam upaya memberantas tindak pidana perdagangan orang (TPPO) serta memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak, sebuah langkah strategis yang mendapat apresiasi dari kedua negara.
Brigjen Dr. Nurul Azizah, Direktur Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak serta Pemberantasan Perdagangan Orang (PPA-PPO), menyampaikan rasa terhormat atas kunjungan delegasi Korea. Ia menekankan pentingnya kolaborasi lintas negara untuk melawan kejahatan lintas batas yang menyasar kelompok rentan tersebut.
“Kami sangat antusias mempererat kerja sama. Direktorat ini hadir untuk menanggapi kompleksitas kekerasan lintas negara yang menimpa perempuan dan anak,” ungkap Nurul Azizah dalam sambutannya.
Dalam forum diskusi, Nurul Azizah menjabarkan detail kampanye “Rise and Speak”. Program ini merupakan hasil kerja sama antara Dit Tipid PPA-PPO dengan SSDM Polri yang bertujuan mendorong masyarakat, khususnya perempuan dan anak, agar berani melapor serta melawan tindakan kekerasan yang mereka alami.
“Rise and Speak melambangkan keberanian untuk mengungkap kebenaran. Inisiatif ini merupakan bagian dari transformasi menuju pelayanan perlindungan yang lebih presisi dan humanis,” tambahnya.
Delegasi Korea Selatan yang dipimpin oleh Ms. Cho Joo Eun, Deputy Director General for Women and Juvenile Safety Planning, menyatakan kekaguman terhadap sistem perlindungan yang dikembangkan Indonesia. Mereka menilai pembentukan direktorat khusus PPA-PPO di Indonesia jauh melangkah dibandingkan struktur di Korea Selatan.
“Kami sangat menghargai pembentukan Direktorat PPA-PPO di bawah Mabes Polri. Ini menjadi inspirasi bagi kami karena saat ini di Korea Selatan, unit tersebut masih dibawah biro keamanan umum,” jelas Ms. Cho.
Selain itu, pihak Korea Selatan juga memaparkan sistem layanan mereka melalui platform I-NARAE dan “Sunflower Center” yang berfungsi sebagai pusat terpadu berbasis rumah sakit memberikan layanan medis, psikologis, dan fasilitas pelaporan kasus. Walaupun demikian, mereka mengakui tantangan terkait kurangnya tenaga medis dan dukungan dana masih menjadi kendala utama.
Diskusi pada pertemuan itu juga menyentuh berbagai tantangan yang tengah dihadapi kedua negara, seperti modus operasi pekerja migran non-prosedural, pengantin pesanan, serta eksploitasi digital yang berkaitan dengan TPPO.
Acara tersebut ditutup dengan harapan kuat agar kerja sama ini membuka peluang kolaborasi lebih luas pada tingkat regional maupun global dalam perlindungan perempuan dan anak.
“Kami percaya kemitraan ini akan memperkuat hubungan antar institusi sekaligus membuka jalan bagi transformasi sistem perlindungan yang menyeluruh,” tutup Brigjen Dr. Nurul Azizah.
Rangkaian pertemuan ini dihadiri oleh delegasi dari Kepolisian Nasional Korea Selatan yang meliputi Ms. Cho Joo Eun, Ms. Song Jin Young, Mr. Jang Dong Ho, Ms. Park So Eun, dan Kim Daejin selaku Atase Kepolisian. Mereka didampingi oleh interpreter dan staf dari Kedutaan Korea Selatan. Sementara dari Bareskrim Polri, hadir Wadir serta para Kasubdit I, II, dan III PPA-PPO.