Site icon polwanterkini.com

Rocky Anggap Evaluasi Kepolisian Jadi Sinyal Kepemimpinan Positif

Rocky Anggap Evaluasi Kepolisian Jadi Sinyal Kepemimpinan Positif

Rocky Anggap Evaluasi Kepolisian Jadi Sinyal Kepemimpinan Positif

Akademikus dan filsuf Indonesia, Rocky Gerung, memberikan apresiasi terhadap langkah kepolisian yang mulai membatasi penggunaan sirene secara berlebihan. Menurutnya, kebijakan tersebut mencerminkan keberanian institusi untuk melakukan pembenahan diri tanpa harus menunggu desakan keras dari masyarakat.

Sinyal Kepemimpinan

Rocky menilai keputusan tersebut sebagai sinyal positif dari jajaran pimpinan kepolisian, khususnya Kakorlantas Polri, Irjen Pol Agus Suryonugroho. “Kalau sebuah institusi berinisiatif merapikan dirinya, itu tanda kepemimpinan. Bukan hanya reaktif, tapi proaktif,” ujarnya.

Ia menambahkan, inisiatif ini menunjukkan adanya kepekaan terhadap aspirasi publik yang selama ini mengeluhkan penggunaan sirene yang dianggap mengganggu. Dengan demikian, kepolisian tidak hanya sekadar menjalankan aturan, melainkan juga merespons rasa keadilan di tengah masyarakat.

Transparansi dan Konsistensi

Rocky juga menyoroti pentingnya transparansi dan konsistensi dalam menjalankan kebijakan tersebut. Menurutnya, pembatasan sirene harus disertai dengan sosialisasi yang jelas, pengawasan berlapis, serta sanksi yang proporsional bagi pelanggar. “Kalau aturan hanya diumumkan tanpa pengawasan, publik akan skeptis. Karena itu, konsistensi jadi kunci untuk membangun kembali kepercayaan,” katanya.

Ia menilai, keberhasilan kebijakan semacam ini akan sangat bergantung pada komitmen aparat dalam menegakkan aturan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Publik, lanjutnya, akan lebih percaya bila melihat adanya penerapan yang adil tanpa pandang bulu.

Ukuran Keberhasilan

Terkait ukuran keberhasilan, Rocky menekankan bahwa indikator paling nyata dapat dilihat dari turunnya jumlah aduan masyarakat terkait kebisingan sirene. Selain itu, tingkat kepatuhan aparat dan perbaikan persepsi publik terhadap kepolisian juga menjadi tolok ukur penting. “Kalau keluhan menurun, kepatuhan meningkat, dan persepsi publik membaik, itu artinya kebijakan ini berjalan efektif,” jelasnya.

Rocky menegaskan bahwa reformasi institusional tidak bisa hanya diukur dari wacana atau kebijakan di atas kertas, melainkan dari dampak nyata yang dirasakan warga. Ia mengingatkan agar kepolisian tidak berhenti pada satu kebijakan, tetapi terus melakukan evaluasi berkelanjutan.

Komitmen untuk Berbenah

Lebih jauh, Rocky melihat langkah ini bisa menjadi momentum bagi kepolisian untuk memperbaiki citra sekaligus memperkuat legitimasi di mata masyarakat. Menurutnya, kesediaan untuk berbenah sebelum mendapat tekanan publik adalah sikap yang patut dipertahankan. “Institusi besar seperti kepolisian akan selalu berada dalam sorotan. Justru karena itu, evaluasi diri harus dilakukan terus-menerus, agar kepercayaan publik tidak tergerus,” ucapnya.

Rocky berharap kebijakan ini bukan sekadar respons sesaat, tetapi bagian dari komitmen jangka panjang menuju tata kelola kepolisian yang lebih profesional. Dengan begitu, hubungan antara aparat dan masyarakat dapat terbangun dalam kerangka saling menghormati.

Exit mobile version