Belu – Di tengah kehidupan perbatasan yang penuh dinamika, sebuah oasis pendidikan tumbuh di Atambua Selatan, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT). Yayasan Gracia Hati Mulia menjadi bukti nyata pengabdian tanpa batas dari seorang perwira polisi, Ipda Ristiany Densy Doko, yang bersama suaminya, Aipda Nikodemus Dubu, terjun langsung dalam ruang pendidikan bagi anak yang kurang mampu.
Mengenakan seragam abdi negara sebagai Kanit SPKT 3 Polres Belu, Polda NTT, Ipda Densy menyembunyikan kisah heroik yang terjalin dari kebaikan hati dan ketulusan untuk memberikan harapan baru pada anak-anak di wilayah perbatasan Indonesia–Timor Leste. Bersama sang suami, mereka mendirikan Yayasan Gracia Hati Mulia yang menaungi Panti Asuhan dan PAUD Elshaddai, tempat di mana pendidikan diberikan secara gratis.
Pilar utama yayasan ini, PAUD Elshaddai Atambua, menjadi contoh nyata dari pendidikan gratis untuk anak perbatasan. Kurangnya sumber daya tidak menyurutkan niat pasangan polisi ini untuk menanggung biaya operasional sepenuhnya, mulai dari seragam, buku, asupan gizi, hingga kebutuhan belajar lainnya.
Ipda Densy, dengan tulus menjelaskan motivasi mereka, “Kami hidup bukan hanya untuk diri sendiri. Kami sadar, banyak yang lebih membutuhkan. Ini nazar kami ketika saya dulu divonis sakit dan merasa harapan itu nyaris hilang.” Ketajaman motivasinya terlihat dalam setiap langkah yang dijalani bersama istri tercinta.
Tanpa kehadiran donatur tetap atau sponsor besar, pasangan ini bergantung pada sebagian gaji mereka sebagai anggota Polri dan hasil usaha kos-kosan untuk membiayai keseharian lebih dari 99 anak. “Kami bukan orang kaya. Tapi kami percaya, saat membantu dengan hati, Tuhan akan cukupkan segalanya untuk anak-anak ini,” ungkap Ipda Densy.
Tiga belas anak tinggal penuh di panti asuhan dan mendapatkan perhatian intensif. Sisanya, meskipun tinggal bersama keluarga, terus mendapatkan dukungan bulanan dari yayasan. Pengorbanan demi masa depan anak-anak ini tak bisa diukur dengan materi, mengingat biaya yang diperlukan tak sedikit. Seragam sekolah saja bisa memerlukan anggaran hingga belasan juta rupiah.
Rulyin Vinelsye Djami, salah satu pengajar PAUD Elshaddai, menggambarkan Ipda Densy sebagai sosok yang rendah hati dan penuh tanggung jawab serta mendukungnya sebagai kandidat penghargaan Hoegeng Awards 2025. Rulyin menyentuh hati banyak orang dengan mengatakan, “Beliau dan suaminya membangun yayasan ini bukan karena berlebih, tapi karena hati. Sekolah ini tidak memungut biaya sepeser pun. Semua demi anak-anak.”
Mimpi Ipda Densy jelas, “Saya tidak ingin anak-anak perbatasan ini tertinggal. Mereka punya hak yang sama untuk bermimpi dan berhasil, seperti anak-anak di Pulau Jawa.”
Inspirasi yang terpancar dari pasangan polisi berhati mulia ini menegaskan kembali bahwa ada kekuatan besar dalam tindakan kecil yang murni. Yayasan Gracia Hati Mulia di NTT adalah simbol konkret bahwa cinta dan kehangatan bisa menjadi fondasi masa depan yang lebih cerah bagi anak-anak. Kiprah Ipda Ristiany Densy dan Aipda Nikodemus Dubu, yang telah menuai penghargaan serta pujian, menunjukkan bahwa menjadi pelayan masyarakat benar-benar tentang berbuat lebih untuk mereka yang membutuhkan.